Tuesday 28 October 2014

Keagungan Masjid Sang Cipta Rasa

Masjid Sang Cipta Rasa
Masjid Agung Sang Cipta Rasa (dikenal juga sebagai Masjid Agung Kasepuhan atau Masjid Agung Cirebon) adalah sebuah masjid yang terletak di dalam kompleks Keraton Kasepuhan, Cirebon, Jawa Barat, Indonesia.

Legenda
Konon, masjid ini adalah masjid tertua di Cirebon, yaitu dibangun sekitar tahun 1480 M atau semasa dengan Wali Songo menyebarkan agama Islam di tanah Jawa. Nama masjid ini diambil dari kata "sang" yang bermakna keagungan, "cipta" yang berarti dibangun, dan "rasa" yang berarti digunakan.
Masjid Sang Cipta Rasa
Menurut tradisi, pembangunan masjid ini dikabarkan melibatkan sekitar lima ratus orang yang didatangkan dari Majapahit, Demak, dan Cirebon sendiri. Dalam pembangunannya, Sunan Gunung Jati menunjuk Sunan Kalijaga sebagai arsiteknya. Selain itu, Sunan Gunung Jati juga memboyong Raden Sepat, arsitek Majapahit yang menjadi tawanan perang Demak-Majapahit, untuk membantu Sunan Kalijaga merancang bangunan masjid tersebut.



Konon, dahulunya masjid ini memiliki memolo atau kemuncak atap. Namun, saat azan pitu (tujuh) salat Subuh digelar untuk mengusir Aji Menjangan Wulung, kubah tersebut pindah ke Masjid Agung Banten yang sampai sekarang masih memiliki dua kubah. Karena cerita tersebut, sampai sekarang setiap salat Jumat di Masjid Agung Sang Cipta Rasa digelar Azan Pitu. Yakni, azan yang dilakukan secara bersamaan oleh tujuh orang muazin berseragam serba putih.

Arsitektur

Masjid Sang Cipta Rasa
Kekhasan masjid ini antara lain terletak pada atapnya yang tidak memiliki kemuncakk atap sebagaimana yang lazim ditemui pada atap masjid-masjid di Pulau Jawa.

Masjid ini terdiri dari dua ruangan, yaitu beranda dan ruangan utama. Ruang utama, Untuk menuju ruangan utama terdapat sembilan pintu. Jumlah ini melambangkan Wali Songo. Masyarakat Cirebon tempo dulu terdiri dari berbagai etnik. Hal ini dapat dilihat pada arsitektur Masjid Agung Sang Cipta Rasa yang memadukan gaya Demak, Majapahit, dan Cirebon.

Pada bagian mihrab masjid, terdapat ukiran berbentuk bunga teratai yang dibuat oleh Sunan Kalijaga. Selain itu, di bagian mihrab juga terdapat tiga buah ubin bertanda khusus yang melambangkan tiga ajaran pokok agama, yaitu Iman, Islam, dan Ihsan. Konon, ubin tersebut dipasang oleh Sunan Gunung Jati, Sunan Bonang, dan Sunan Kalijaga pada awal berdirinya masjid.

Beranda, Di beranda samping kanan (utara) masjid, terdapat sumur zam-zam atau Banyu Cis Sang Cipta Rasa yang ramai dikunjungi orang, terutama pada bulan Ramadhan. Selain diyakini berkhasiat untuk mengobati berbagai penyakit, sumur yang terdiri dari dua kolam ini juga dapat digunakan untuk menguji kejujuran seseorang.

Ada begitu banyak fakta menarik tentang masjid yang satu ini, berikut beberapa diantaranya.

Masjid Pakungwati. Pada awalnya masjid Sang Cipta Rasa Cirebon disebut Masjid Pakungwati karena berada di dalam komplek Keraton Pakungwati (kini Keraton Kasepuhan). Pakungwati diambil dari nama Nyi Mas Pakungwati puteri tunggal Pangeran Cakrabuana (Raden Walang Sungsang) bin Raden Pamanah Rasa (Prabu Siliwangi / Sri Baduga Maharaja / Jaya Dewata). Nyi Mas Pakungwati adalah pewaris tunggal tahta Keraton Caruban Larang, oleh ayahandanya dinikahkan dengan sepupunya sendiri yang tak lain adalah Sunan Gunung Jati yang kemudian naik tahta sebagai Sultan Pertama Kesultanan Cirebon. Beberapa Sumber sejarah juga menyebut Nyi Mas Pakungwati sebagai penggagas pembangunan masjid ini yang kemudian diwujudkan oleh suaminya.

Dibangun oleh Para Wali. Masjid Agung Sang Cipta Rasa merupakan salah satu masjid di pulau Jawa yang dibangun oleh para wali. Di dalam masjid ini di lokasi mihrabnya terdapat tiga buah batu tegel lantai khusus yang dulunya dipasang oleh masing masing Sunan Gunung Jati, Sunan Bonang dan Sunan Kalijaga. Tiga buah tegel tersebut masing masing menyimbolkan Iman, Islam dan Ikhsan, simbolisasi yang sama dengan tiga susun atap-nya.

Dirancang Arsitek Majapahit. Adalah Raden Sepat yang di utus Raden Fatah Sultan Demak untuk turut membantu pembangunan Masjid Agung Sang Cipta Rasa. Raden Sepat adalah seorang mantan Panglima Pasukan Majapahit yang memimpin pasukannya menyerbu Demak pada saat Demak baru berdiri sebagai Kerajaan Islam pertama di Tanah Jawa. Penyerbuan yang berahir dengan kekalahan. Raden Sepat tak pernah kembali ke Majapahit bersama sisa pasukannya beliau mengikrarkan diri masuk Islam dan bergabung dengan kesultanan Demak.

Masjid Sembilan Pintu. Bangunan utama (asli) Masjid Agung Sang Cipta Rasa memiliki Sembilan Pintu menyimbolkan Sembilan Wali (Wali Songo) yang turut berkontribusi aktif dalam proses pembangunannya. Pintu utama nya berada di sisi timur sejajar dengan mihrab, namun pintu utama ini nyaris tak pernah dibuka kecuali pada saat sholat Jum’at, sholat hari raya dan peringatan hari hari besar Islam. Delapan pintu lainnya ditempatkan di sisi kanan dan kiri.  Delapan pintu tersebut berukuran sangat kecil dibandingkan ukuran normal sebuah pintu, memaksa orang dewasa untuk menunduk saat akan masuk ke dalam masjid, meyimbolkan penghormatan dan merendahkan diri dan hati manakala memasuki masjid.

Dua Belas Sokoguru. Masjid Agung Sang Cipta Rasa memiliki sokoguru tidak hanya empat tapi dua belas. Semua tiang tersebut terbuat dari kayu jati dengan diameter sekitar 60cm dan tinggi mencapai 14 meter. Mengingat usianya yang sudah sangat tua, seluruh sokoguru di dalam masjid ini sudah ditopang dengan rangkaian besi baja untuk mengurangi beban dari masing masing pilar tersebut, hanya saja kehadiran besi besi baja tersebut sedikit mengurangi estetika.

Zamzam-nya Cirebon. Di beranda samping kanan (utara) masjid, terdapat sumur zam-zam atau Banyu Cis Sang Cipta Rasa yang ramai dikunjungi orang, terutama pada bulan Ramadhan. Selain diyakini berkhasiat untuk mengobati berbagai penyakit, sumur yang terdiri dari dua kolam ini juga dapat digunakan untuk menguji kejujuran seseorang.

Dua Maksurah dan Dua Mimbar. Layaknya sebuah masjid kerajaan, di masjid Agung Sang Cipta Rasa ini juga disediakan tempat sholat khusus bagi keluarga kerajaan atau Maksurah berupa area yang dipagar dengan pagar kayu berukir. Ada dua Maksurah di dalam masjid ini. satu maksurah di shaf paling depan sebelah kanan mihrab dan mimbar diperuntukkan bagi Sultan dan Keluarga keraton Kasepuhan. Serta satu Maksurah di shaf paling belakang disamping kiri pintu utama diperuntukkan bagi Sultan dan keluarga keraton Kanoman. Selain dua maksurah, ada dua mimbar di dalam masjid ini yang bentuk dan ukurannya sama persis. Mimbar yang kini dipakai merupakan mimbar pengganti, disebelah kanan mimbar ini terdapat maksurah dan disebelah kanan maksurah mimbar lamanya ditempatkan.

Dibangun sebagai Pasangan Masjid Agung Demak. Konon, Masjid Agung Sang Cipta Rasa dibangun sebagai pasangan dari Masjid agung Demak. Pada saat pembangunan Masjid Agung Demak, Sunan Gunung Jati meminta izin untuk membangun pasangannya di Cirebon. Bila Masjid Agung Demak dibangun dalam watak arsitektur Maskulin, maka masjid Agung Sang Cipta Rasa Cirebon dibangun dalam watak Arsitektur Feminim.

Tujuh Muazin Azan Bersamaan. Hanya ada di masjid ini tujuh orang muazin mengumandangkan azan secara bersamaan dan dikenal sebagai azan pitu. Konon, pada zaman dahulunya menjelang sholat subuh masjid ini diganggu oleh Aji Menjangan Wulung yang datang menebarkan petaka, beberapa muazin yang mencoba mengumandangkan azan tewas dihajar oleh-nya. Untuk mengusir Aji Menjangan Wulung, Sunan memerintahkan tujuh orang muazin mengumandangkan azan secara bersamaan. Hingga kini azan pitu tetap dilaksanakan di masjid ini sebagai azan menjelang sholat Jum’at oleh tujuh muazin sekaligus dalam pakaian serba putih.

No comments:

Post a Comment